Translate

Kamis, 28 April 2011

Rinding, Alat Musik Gunungkidul yang Mendunia

 

Rinding, Alat Musik Gunungkidul yang Mendunia

oleh Pakdhe Boedhi pada 03 Maret 2010 jam 1:18

Jika ada kesempatan, cobalah mengunjungi Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Memang agak jauh dari Kota Yogyakarta, sekira 45 kilometer. Tetapi setiba di sana, anda akan mendapat pengalaman berharga karena mempunyai kesempatan menyaksikan penduduk memainkan alat musik yang langka dan mungkin hanya dapat ditemukan di desa itu, namanya rinding.


Alat musik ini cukup sederhana karena terbuat dari sebilah bambu berukuran 5×20 Cm. Di bagian tengah ada sebuah lubang memanjang dari kanan ke ke kiri yang membentuk pola seperti garpu tala atau huruf Y. Posisinya kaki huruf Y atau pegangan garpu tala ada di sebelah kiri. Seutas tali diikatkan di ujung sebelah kanan.


Cara memainkannya, pegang rinding dengan kedua tangan dan letakkan dengan posisi rinding bagian kiri ada di depan mulut yang terbuka. Selanjutnya tarik tali dengan tangan kanan. Tarikan ini menyebabkan bagian bambu yang membentuk garpu tala atau huruf Y, terutama pada bagian kakinya bergetar. Ketika udara dihembuskan dari rongga mulut dan mengenai bagian bambu yang bergetar akan menimbulkan suara.


Terus terang, saya sulit untuk mendiskripsikan suara itu karena memang cukup aneh.


Kalau tidak salah, suku Aborigin di Australian juga mempunyai alat musik seperti ini. Hasil suara yang dihasilkannya juga tidak berbeda jauh. “Semakin kuat hembusan nafas dari mulut akan menghasilkan bunyi yang semakin keras,” ujar Siswanto Tukimin (66) warga Desa Beji.


Walaupun sudah berumur, Siswanto masih kuat memainkan rinding sekira satu menit.

Asal tahu saja, untuk memainkan alat musik sederhana ini ternyata memerlukan tenaga besar karena sang pemain harus terus bernafas seraya menghembuskan udara keluar melalui mulut dan tidak melalui hidung. Itulah sebabnya rinding harus dimainkan secara berkelompok [sekira 10 hingga 15 orang] sehingga sebuah lagu bisa dibawakan secara estafet oleh para pemainnya.


Muhammad Kasno [77], salah seorang tetua Desa Beji mengatakan alat musik rinding adalah hasil kreasi nenek moyang penduduk Beji. Terutama adalah pepunden mereka yang bernama Onggoloco. Sejarah lisan yang hingga kini masih dipercaya menarasikan jika Onggoloco adalah salah satu patih dari Kerajaan Majapahit yang ketika runtuh, melarikan diri hingga ke wilayah Gunungkidul. Ia kemudian membuka hutan dan menetap di Desa Beji.


Kasno, pria yang mempunyai alis tebal itu mengatakan penduduk Beji biasa memainkan rinding dalam pesta rakyat untuk menyambut panen padi. Setahun sekali, penduduk Beji juga punya tradisi sadranan untuk menghormati Onggoloco.


“Jika ada permintaan, kita bisa juga memainkan rinding dalam upacara sadranan,” ungkap Kasno. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah Kabupaten Gunungkidul sendiri juga sering menampilkan pertunjukkan kesenian rinding.


Biasanya, rinding tidak tampil sendiri. Dalam sebuah pertunjukkan, rinding akan dikombinasikan dengan gubeng, sebuah alat musik dari bambu yang menimbulkan suara bila dipukul. Kombinasi permainan ini namanya rinding gubeng.


Nah, jika anda penasaran dengan suara rinding dan bagaimana cara memainkannya, silakan datang berkunjung ke Desa Beji, Ngawen, Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta. Perpaduan suara rinding dengan suasana pedesaan akan memberikan pengalaman batin yang sungguh indah. 

Rinding, Alat Musik Gunungkidul yang Mendunia

Mungkin tak banyak masyarakat yang mengenal alat musik rinding. Melihat bentuknya saja barangkali belum pernah, apalagi mendengarkan suaranya. Tapi siapa sangka, alat musik tradisional ini sudah mendunia. Rindinh adalah sebuah alat musik tiup berbahan dasar bambu berbentuk pipih persegi panjang. Di salah satu ujung sisi lebar, dibentuk pengait yang ditalikan dengan tali kenur. Kemudian dipermukaannya dibuat lubang berbentuk cawang. Lubang inilah yang nantinya akan menghasilkan bunyi. Setidaknya ada dua macam ukuran rinding, yakni 5 x 20 cm dan 4 x 15 cm.

Untuk bisa melahirkan sebuah bunyi dari permukaan bambu dan menimbulkan bunyi tung...tung...tung...harmoni nan merdu, rinding harus dimainkan bersama-sama secara berkelompok. Cara memainkan rinding adalah dengan menempelkan permukaannya di mulut. Tangan kiri memegangi ujung rinding. Untuk bisa menghasilkan bunyi, udara dari rongga mulut harus diembuskan ke rongga rinding seraya tangan kanan mengentak-entakkan tali kenur pengait.

Alat musik ini dipercaya masyarakat sebagai ritual penghormatan kepada Dewi Sri, dewi sahabat petani. Konon, alat musik ini ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Kerabat dari kerajaan Majaphit sendiri yang menciptakan alat musik itu.Onggoloco, salah satu anak dari Rara Resmi yang merupakan istri selir Raja Brawijaya yang melarikan diri ke Wonosadi Gunungkidul, yang menciptakan rinding.

Sampai saat ini alat musik rinding masih dilestarikan warga Dusun Sidorejo, Beji, Ngawen, Gunungkidul. Salah satu penggiat seni ini adalah Sudiyo. Tak hanya bermusik, Sudiyo juga memproduksi rinding. Romantisme yang muncul saat memainkan alat musik ini mengundang warga yang lain untuk memainkannya. Tak heran, era 50-an rinding dijadikan media relasi pemuda dan pemudi untuk mendapatkan jodoh.

Rutinitas bermain rinding membuat dusun mereka seakan hidup kembali. aktivitas melestarikannya mencapai puncak pada tahun 2000. Kepiawaian warga dusun Sidorejo didengar oleh Pemkab Gunungkidul. Mereka pun kerap diundang untuk mengisi acara-acara yang digelar pemkab. Lagu yang dimainkan bergama, dari lagu tradisional hingga campursari. Sekitar tahun 2001, Sudiyo dan warga SIdorejo terpilih menjadi duta seni Yogyakarta untuk acara temu budaya tingkat nasional di Ujung Pandang. kelompok ini juga sering diminta mengisi acara-acara kebudayaan yang digelar di Jakarta maupun di luar Jawa.

Sudiyo pun makin sadar untuk memulai regenerasi. Ia melatih anak dan teman-teman sebaya anaknya untuk menggeluti musik rinding. Semangatnya sekain bertambah kala mengetahui rinding masih dicari berbagai kalangan. Banyak mahasiswa dari dalam negeri dan luar negeri yang datang hanya untuk belajar alat musik ini. Bahkan beberapa waktu lalu, ia kedatangan tamu dari Jerman. " Mereka kenal rinding dari salah satu museum yang ada di Jerman. Saya bersyukur, alat musik ini bisa diterima diluar negeri," kata Sudiyo bangga.


Harapan Sudiyo adalah bagaimana alat musik ini bisa dilestarikan turun temurun hingga ke anak cucu. Baginya, peradaban sebuah masyarakat tercermin dari seni tradisi yang dimilikinya. 

(Henri Saputro/Radar Jogja/11/6)
(http://www.gunungkidulkab.go.id/)

1 komentar:

  1. menarik, cara pembuatannya seperti apa, ribet ga ya? bunyi yang dikeluarkan juga sepertinya unik seandainya ada sample bunyi lebih tertarik untuk koleksi ^^

    BalasHapus