Translate

Senin, 22 November 2010

Pernikahan Adat Yogyakarta


Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon
pasangan yang akan dikawininya.
Dimasa lalu orang yang akan nikah belum
tentu kenal terhadap orang yang akan
dinikahinya, bahkan terkadang belum pernah
melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga
mereka sudah tahu dan mengenal atau
pernah melihatnya.
Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti
maka diadakan tata cara nontoni.
Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak
pria.
Setelah orang tua si perjaka yang akan
diperjodohkan telah mengirimkan
penyelidikannya tentang keadaan si gadis
yang akan diambil menantu.
Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping
banyu atau penyelidikan secara rahasia.
Setelah hasil nontoni ini memuaskan,
dan siperjaka sanggup menerima pilihan
orang tuanya, maka diadakan musyawarah
diantara orang tua / pinisepuh
si perjaka untuk menentukan tata cara
lamaran.
Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada
zaman dulu diantara pria dan wanita yang
akan menikah terkadang masih belum
saling mengenal, jadi hal ini orang
tualah yang mencarikan jodoh  dengan
cara menanyakan kepada seseorang apakah
puterinya sudah atau belum mempunyai
calon suami.
Dari sini bisa dirembug hari baik untuk
menerima
lamaran atas persetujuan bersama.
Upacara lamaran:
Pada hari yang telah ditetapkan,
datanglah utusan dari calon besan
yaitu orang tua calon pengantin pria
dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman
dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan
dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria.
Makanan tersebut biasanya terbuat dari
beras ketan antara lain : Jadah, wajik,
rengginan dan sebagainya.Menurut naluri
makanan tersebut mengandung makna
sebagaimana sifat dari bahan baku ketan
yang banyak glutennya sehingga lengket dan
diharapkan kelak kedua pengantin dan
antar besan tetap lengket(pliket,Jawa).
Setelah lamaran diterima kemudian kedua
belah pihak merundingkan hari baik
untuk melaksanakan upacara peningsetan.
Banyak keluarga Jawa masih
melestarikan sistem pemilihan hari pasaran
pancawara dalam menentukan hari baik
untuk upacara peningsetan dan hari ijab
pernikahan.
Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar
singset (Jawa) yang berarti ikat,
peningsetan jadi berarti pengikat.
Peningsetan adalah suatu upacara
penyerahan sesuatu sebagai pengikat
dari orang tua pihak
pengantin pria kepada pihak calon
pengantin putri.
Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur . Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.
Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning
( daun kelapa yang masih muda ) yang
dipasang tepi tratag
yang terbuat dari bleketepe (  anyaman
daun kelapa yang hijau ).
Pemasangan tarub biasanya dipasang
saat bersamaan dengan memandikan calon
pengantin( siraman, Jawa ) yaitu satu
hari sebelum pernikahan itu dilaksanakan.
Untuk perlengkapan tarub selain janur
kuning masih ada lagi antara lain yang
disebut dengan tuwuhan.
Adapun macamnya :
  • Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang.
  • Dua janjang kelapa gading ( cengkir gading, Jawa )
  • Dua untai padi yang sudah tua.
  • Dua batang pohon tebu wulung ( tebu hitam ) yang lurus.
  • Daun beringin secukupnya.
  • Daun dadap srep.
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di
kiri pintu gerbang satu unit dan dikanan
pintu gerbang  satu unit  ( bila selesai
pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada
anak-anak )
Selain pemasangan tarub diatas masih
dilengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan sbb.
(Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan
serta do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ) yang dilambangkan
melalui:
  1. Pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap.
  2. Jajan pasar
  3. Nasi liwet yang dileri lauk serundeng.
  4. Kopi pahit, teh pahit, dan sebatang rokok.
  5. Roti tawar.
  6. Jadah bakar.
  7. Tempe keripik.
  8. Ketan, kolak, apem.
  9. Tumpeng gundul
  10. Nasi golong sejodo yang diberi lauk.
  11. Jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing
  12. Golong lulut.
  13. Nasi gebuli
  14. Nasi punar
  15. Ayam 1 ekor
  16. Pisang pulut 1 lirang
  17. Pisang raja 1 lirang
  18. Buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya diberi tumpeng kecil.
  19. Daun sirih, kapur dan gambir
  20. Kembang telon (melati, kenanga dan kantil)
  21. Jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro.
  22. Empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir, kencur.
  23. Tampah(niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1
  24. butir telor ayam mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa.
  25. Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul,
  26. kluwak, pengilon, jungkat, suri, lenga sundul langit
  27. Ayam jantan hidup
  28. Tikar
  29. Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan
  30. Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit
  31. Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi ( merang )
  32. Sayur pada mara
  33. Kolak kencana
  34. Nasi gebuli
  35. Pisang emas 1 lirang
Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang dilambangkan melalui : Tumpeng kecil-kecil merah, putih,kuning, hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon, gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang ditaruh di: Area sumur
  1. Area sumur
  2. Area memasak nasi
  3. Tempat membuat minum
  4. Tarub
  5. Untuk menebus kembarmayang ( kaum )
  6. Tempat penyiapan makanan yang akan dihidangkan.
  7. Jembatan
  8. Perempatan.
Nyantri
Upacara nyantri  adalah menitipkan calon
pengantin pria  kepada keluarga
pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum
pernikahan. Calon pengantin pria ini
akan ditempat kan dirumah saudara atau
tetangga dekat.
Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk
melancarkan jalannya upacara pernikahan,
sehingga saat-saat upacara pernikahan
dilangsungkan maka calon pengantin pria
sudah siap ditempat sehingga tidak
merepotkan pihak keluarga
pengantin putri.

Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram ( Jawa ) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni.
Upacara siraman dilaksanakan satu hari sebelum upacara ijab. Pelaksanaannya biasanya pagi hari sekitar pukul 10.00. Namun, upacara ini sekarang kerap dilakukan sore hari sekitar pukul 16.00. Ini karena alasan praktis, agar setelah siraman dapat langsung dilanjutkan dengan upacara midodareni.
Upacara siraman sampai saat ini tetap dianggap penting dan dilakukan secara sungguh-sungguh. Karena upacara ini merupakan persiapan lahir dan batin bagi kedua calon pengantin sebelum menjalani upacara puncak perkawinan mereka. Pembersihan badan calon pengantin mengandung makna pembersihan batin mereka pula.
Di dalam adat masyarakat Jawa – juga di dalam aneka macam agama yang dianutnya – upacara perkawinan dipandang bukan hanya sebagai peristiwa yang bersifat administratif dan sosial, melainkan sakral atau suci dan religius. Maka kebersihan lahir dan batin pelakunya dinilai sangat penting.
Menurut mitos, upacara ini merupakan langkah persiapan dalam menyambut Sang Bidadari yang akan turun untuk menyaksikan putrinya yang akan melangsungkan pernikahan.
1. Perlengkapan Upacara Siraman
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan untuk upacara ini meliputi:
a.
Air bersih atau air dari sumber

Air bersih yang digunakan untuk nyirami atau memandikan calon pengantin. Pembesihan badan ini melambangkan pembersihan rohani agar calon pengantin menjadi bersih lahir dan batin.
b.
Bunga Sritaman.

Bunga Sritaman adalah bunga bunga taman yang indah, seperti kenanga, kanthil, melati, dan mawar.Bunga ini ditaburkan dalam air, sehingga air menjadi harum. Calon pengantin yang disirami air ini tubuhnya menjadi harum. Secara simbolis namanya pun menjadi semerbak.




Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram ( Jawa ) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni.
Upacara siraman dilaksanakan satu hari sebelum upacara ijab. Pelaksanaannya biasanya pagi hari sekitar pukul 10.00. Namun, upacara ini sekarang kerap dilakukan sore hari sekitar pukul 16.00. Ini karena alasan praktis, agar setelah siraman dapat langsung dilanjutkan dengan upacara midodareni.
Upacara siraman sampai saat ini tetap dianggap penting dan dilakukan secara sungguh-sungguh. Karena upacara ini merupakan persiapan lahir dan batin bagi kedua calon pengantin sebelum menjalani upacara puncak perkawinan mereka. Pembersihan badan calon pengantin mengandung makna pembersihan batin mereka pula.
Di dalam adat masyarakat Jawa – juga di dalam aneka macam agama yang dianutnya – upacara perkawinan dipandang bukan hanya sebagai peristiwa yang bersifat administratif dan sosial, melainkan sakral atau suci dan religius. Maka kebersihan lahir dan batin pelakunya dinilai sangat penting.
Menurut mitos, upacara ini merupakan langkah persiapan dalam menyambut Sang Bidadari yang akan turun untuk menyaksikan putrinya yang akan melangsungkan pernikahan.
1. Perlengkapan Upacara Siraman
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan untuk upacara ini meliputi:
a.
Air bersih atau air dari sumber

Air bersih yang digunakan untuk nyirami atau memandikan calon pengantin. Pembesihan badan ini melambangkan pembersihan rohani agar calon pengantin menjadi bersih lahir dan batin.
b.
Bunga Sritaman.

Bunga Sritaman adalah bunga bunga taman yang indah, seperti kenanga, kanthil, melati, dan mawar.Bunga ini ditaburkan dalam air, sehingga air menjadi harum. Calon pengantin yang disirami air ini tubuhnya menjadi harum. Secara simbolis namanya pun menjadi semerbak.




Panggih
Setelah acara ijab kabul selesai, segeradilanjutkan dengan upacara yang disebut panggih, yaitu bertemunya pengantin yang didahului acara saling melempar sirih. Menurut adat istiadat Yogyakarta , dalam upacara pernikahan baik pengantin wanita maupun pengantin pria mengenakan kain batik yang bermotif sama atau kembar baik warna maupun polanya. Biasanya kain batik yang digunakan adalah kain sidomukti, akan tetapi sebenarnya masih cukup banyak kain batik lainnya yang dirancang khusus untuk keperluan para calon pengantin. Selain memilih motif yang indah, pada umumnya kain batik yang dipergunakan oleh pasangan pengantin adalah kain batik yang berkualitas paling baik. Kain-kain batik yang dipergunakan oleh para pengantin ini biasanya mengandung banyak arti yang masing-masing kain berbeda antara yang satu dan lainnya. Selain kedua pasangan pengantin, pada kesempatan itu pula para orang tua dari kedua belah pihak biasanya juga mempergunakan kain batik yang serupa. Adapun beberapa kain batik yang sering dipergunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa Gaya Yogyakarta adalah kain-kain batik sebagai berikut:
a. Kain batik yang sering dipergunakan oleh para orang tua kedua mempelai:
1. Kain Batik Truntum, kain batik ini di dalamnya terdapat beberapa motif, yaitu motif gurda dan motif truntum itu sendiri. Motif truntum sebenarnya termasuk jenis semen, karena arti truntum itu berarti juga bersemi atau tumbuh. Selain itu ada hubungannya dengan kata tumruntum, yang berarti berturut-turut dan merata. Motif truntum ini bentuknya terdiri dari segi tiga runcing berjumlah delapan, dan terdapat bulatan di tengahnya sehingga menyerupai bunga-bunga kecil. Adapun maksud yang terkandung dari kain batik ini secara keseluruhan adalah, agar adik-adik si calon pengantin nantinya dapat mengikuti jejak kakaknya berumah tangga, dan dapat dilakukan dengan selamat sebagaimana kakaknya terdahulu. Di samping itu, dengan menggunakan kain batik ini bermakna agar kedua pengantin bisa terus rukun, segera mempunyai keturunan serta mendapat banyak rejeki, dan selamat dalam berumah tangga.
2. Kain Batik Cakar Ayam, cakar ayam melambangkan agar setelah berumah tangga
sampai keturunannya nanti dapat mencari nafkah sendiri atau hidup mandiri.
3. Kain Batik Grompol, grompol atau grombol, dalam Bahasa Jawa berarti berkumpul atau bersatu. Kain batik dengan motif ini biasa dikenakan pada saat upacara pernikahan oleh orang tua mempelai, baik calon mempelai pria atau calon mempelai wanita. Motif ini melambangkan harapan pemakai bahwa akan berkumpul semua sanak saudara dan tamu-tamu sehingga pesta pernikahan dapat berjalan meriah. Juga berkumpulnya semua hal yang baik yaitu rejeki, kebahagiaan, kerukunan hidup, ketenteraman untuk kedua keluarga tersebut. Namun juga dengan harapan bahwa pasangan keluarga baru itu nanti sejauh kemanapun perginya, tetap akan dapat mengumpul atau mengingat kepada induknya atau keluarga besarnya.
4. Kain Batik Truntum, truntum berasal dari kata tum-tum artinya tumbuh kembali, namun ada yang mengatakan truntum berasal dari tumaruntum yang berarti menuntun, atau juga sering dikaitkan dengan tentrem (bahasa Jawa) yang berarti tenteram. Motif ini diciptakan oleh istri Raja yang sedang dilupakan karena Raja mempunyai kekasih baru. Untuk melupakan kepedihan hati, sang Ratu mulai membatik dengan motif bintang kecil dilangit yang selama ini menemaninya dalam kesepian dengan disertai doa agar sang Raja kembali kepadanya. Ketelatenan Ratu dalam membatik dapat menarik perhatian Raja kepada sang Ratu kembali, sehingga cinta kasih yang hilang dapat tumbuh kembali. Kain ini juga biasa digunakan orang tua pengantin pada saat pesta pernikahan yang melambangkan harapan agar orang tua mampu menuntun atau memberi contoh kepada putra-putrinya dalam memasuki kehidupan berumah tangga dan mencapai ketenteraman hidup.
b. Kain batik yang sering dipergunakan oleh para pengantin:
1. Kain Batik Sidomukti. Di dalam kain batik sidomukti ini juga terdiri dari beberapa motif, diantaranya yang terpenting dan yang utama adalah motif ukel (bentuknya seperti huruf koma), semakin kecil ukelnya maka semakin tinggi mutu seninya. Selain itu, kain ini dihias dengan kotak-kotak yang bergambar kupu-kupu dan semacam kereta pengantin yang ditandu dengan bahu. Makna yang terkandung dari kain batik sidomukti adalah agar kedua pasangan pengantin tersebut bisa mukti, yaitu kebahagiaan yang sempurna yakni kebahagiaan lahir batin.
2. Kain Batik Wahyu Tumurun, kain batik ini sering pula dipilih sebagai busana pada upacara pernikahan adat Jawa Gaya Yogyakarta. Wahyu temurun merupakan kain batik yang di dalamnya terdiri dari motif utamanya adalah termasuk motif semen. Dari arti katanya, wahyu memiliki pengertian sebagai kebahagiaan anugrah Tuhan (Jawa: pulung nugrahaning Allah), yaitu anugrah yang dapat berupa pangkat, derajat, kedudukan, keuntungan, dan lain-lain kemuliaan yang menjadi bagian dari sumber kebahagiaan umat manusia. Demikianlah wahyu temurun sebagai kain batik yang dipergunakan dalam pernikahan, memberikan makna dan harapan agar si pemakai mendapatkan anugerah kebahagiaan dari Sang Maha Pencipta di kelak kemudian hari.
3. Kain Batik Sido Asih, Sido berarti jadi, asih berarti sayang, ragam hias ini mempunyai makna agar hidup berumah tangga selalu penuh kasih sayang.
4. Kain Sindur, kain sindur juga diperuntukkan pula bagi kedua pengantin saat upacara panggih, dengan cara dikalungkan kepada keduanya secara bersama-sama, yang mengandung maksud bahwa pertemuan ini dianggap sebagai lambang dari permulaan akan adanya kelahiran atau suatu kehidupan baru di dunia. Dengan berakhirnya acara panggih, maka rangkaian upacara pokok pernikahan adat inipun dianggap selesai.
Sebagaimana kita ketahui upacara pernikahan merupakan salah satu perwujudan dari upacara ritual yang berhubungan dengan siklus kehidupan seseorang untuk memohon perlindungan kepada kekuatan-kekuatan yang berada di luar diri manusia, maka batik tradisional sebagai salah satu alat perlengkapan pada upacara pernikahan tersebut menunjukkan bahwa di dalamnya sebenarnya mengandung arti yang sangat penting bagi para pemakainya. Pada dasarnya, batik-batik tradisional itu dimaksudkan untuk menggambarkan adanya daya-daya kekuatan yang menguasai alam semesta, yang tercermin dalam motif-motif batik tradisional tersebut. Kecuali itu, motif-motif batik ini sebenarnya juga dimaksudkan untuk memberikan jaminan maupun harapan-harapan bagi kehidupan manusia, misalnya ia berharap agar mendapat banyak rejeki, panjang usia, dikaruniai keturunan dan lain-lain yang sifatnya membahagiakan serta berharap pula agar terhindar dari malapetaka dan kemalangan-kemalangan yang di derita selama hidup di dunia. Dengan kata lain bahwa, sebenarnya batik-batik tradisional merupakan lambing sebagai alat penghubung antara manusia dengan alam supernaturalnya.
Namun demikian, arti mengenai peranan batik tradisional dalam pernikahan adat Yogyakarta, tentunya tidak terlepas dari pemahaman ataupun penghayatan seseorang terhadap batik-batik itu sendiri, maupun terhadap makna upacara pernikahan tersebut pada umumnya. Sedangkan pemahaman ataupun penghayatan dari seseorang terhadap sesuatu hal, biasanya sangat dipengaruhi oleh persepsi dari orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang dilihatnya tadi.
Seperti dapat kita ketahui, akibat dari arus informasi yang demikian pesat seiring dengan ditemukannya alat-alat komunikasi dan teknologi-teknologi modern lainnya, mengakibatkan di dalam suatu masyarakat otomatis terjadi pula perubahan yang sangat cepat. Hal ini sangat mempengaruhi sistem sosial, termasuk sikap dan pola tingkah laku di dalam kehidupan masyarakat.
Pengaruh pola berpikir barat yang lebih mengutamakan rasionalisasi pada setiap aspek kehidupan, dimana lembaga-lembaga pendidikan merupakan pusat-pusat terbentuknya pola pikir rasional, mau tidak mau hal demikian ikut menunjang dan bahkan mempercepat pembentukan pola berpikir dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal sesuai dengan pola berpikir yang sedang dikembangkan. Hal-hal seperti inilah kiranya yang sedang terjadi didalam kehidupan masyarakat kita, dan khususnya dalam masyarakat Yogyakarta.
Pergeseran pola berpikir yang sedang berkembang saat ini, membawa akibat pada pembentukan persepsi seseorang akan sesuatu hal, terlebih lagi terhadap pemikiran-pemikiran yang bersifat magis religius. Demikian halnya dengan persepsi masyarakat, khususnya Yogyakarta terhadap batik tradisional yang sebetulnya memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi. Akan tetapi sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang begitu cepat, diantaranya adalah persepsi masyarakat, maka nampak bahwa pada saat-saat sekarang ini, peranan batik tradisional sebagai unsur perlengkapan upacara pernikahan, penghayatan makna keagungannya semakin hari semakin berkurang. Hal ini dapat diketahui dari penjelasan beberapa informan yang mengatakan bahwa orang tidak lagi mengetahui makna apa sebenarnya yang terkandung di dalam kain-kain batik yang mereka kenakan. Kemudian dikatakan lebih lanjut, bahwa mereka hanya mengikuti saja apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Disamping itu kedua orang tua dari pengantin-pengantin generasi mudapun, sebenarnya juga sudah amat sedikit pengetahuannya mengenai seluk beluk batik tradisional yang berhubungan dengan nilai-nilai magis tadi, sehingga ia hanya mengemukakan secara garis besarnya saja, dan lebih mendasarkan kepada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh nenek-nenek moyang mereka secara turun temurun dalam lingkungan keluarga mereka.
Sejalan dengan bergesernya waktu, maka orang-orang yang masih menganut pola berpikir berdasarkan pemikiran tradisional semakin hari semakin lanjut usia, sehingga jika mereka meninggal dunia, pemikiran-pemikiran mereka lambat laun akan terkikis akibat generasi berikutnya kurang mempunyai perhatian terhadap pola-pola pemikiran tersebut. Sistem pewarisan yang kurang berjalan lancar, ditambah lagi dengan perkembangan jaman yang mengakibatkan makna batik tradisional yang mengandung nilai-nilai spiritual yang luhurpun semakin tertinggal di belakang, dan bahkan lambat laun ditinggalkan. Pemakaian batik tradisional dalam upacara pernikahan hanyalah sebagai kebiasaan semata. Lebih daripada itu, kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa, perlengkapan tersebut dikenakan hanya untuk memperlihatkan kalau mereka mampu melaksanakan suatu upacara pernikahan secara utuh dan besar-besaran, sehingga dalam hal ini hanya untuk menampakkan status dan kedudukan mereka di mata masyarakat luas.
Penyebab memudarnya nilai-nilai magis yang terkandung di dalam batik tradisional, selain disebabkan oleh hal-hal diatas, adalah juga akibat dari produksi batik yang tidak lagi dikerjakan sebagaimana mula-mula batik-batik tersebut dibuat. Pada walnya, pembuatan batik tradisional dilakukan dengan penuh penghayatan oleh seseorang dengan cara melukiskan pada kain, yaitu yang kita kenal sebagai batik tulis. Namun, dengan ditemukannya alat-alat produksi modern, maka pembuatan kain-kain batikpun dilakukan secara besar-besaran sama halnya dengan produksi-produksi tekstil lainnya. Hal tersebut mengakibatkan harganya relatif murah, tahan lama, dan lebih halus. Akibatnya, dengan sendirinya orang lebih suka memilih harga yang murah dengan motif yang sama, walaupun cara pembuatannya tidak lagi dilakukan dengan penuh penghayatan sesuai dengan makna yang tersirat di dalam batik-batik tersebut. Akibat lain dari murah dan banyaknya kain batik yang beredar di masyarakat, memyebabkan kain-kain batik yang memiliki nilai magis religius tadi pemakaiannya cenderung digunakan tidak pada tempatnya. Misalnya; banyak kain-kain batik yang bermotif tradisional dipergunakan sebagai taplak meja, sprei, pakaian dan sebagainya yang sifatnya untuk keperluan sehari-hari. Dengan demikian jelaslah bahwa, faktor-faktor ini turut mempercepat lunturnya nilai-nilai magis pada motif batik tradisional yang merupakan peninggalan nenek moyang mereka yang teramat agung nilai spiritualnya, yang sebenarnya hanya dimaksudkan untuk keperluan upacara-upacara tertentu saja. Demikian pula yang terjadi pada pernikahan adat Yogyakarta, penggunaan batik tradisional ini cenderung hanya dilaksanakan atau dilakukan secara praktis tanpa penghayatan batiniah lagi, sehingga kurang lagi memliki arti yang sifatnya sakral.
KESIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, dapat kita ketahui bahwa di balik batik-batik yang bermotif tradisional terdapat cerita-cerita suci mengenai alam semesta (mitologi) sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Yogyakarta. Di dalam uraian tersebut antara lain disebutkan bahwa, orang Jawa percaya akan adanya kekuatan-kekuatan baik maupun jahat yang mendiami dunia gaib yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka selama di dunia. Oleh karena itu, pandangan hidup orang Yogyakarta menekankan pada keselarasan dan keseimbangan dengan alam semesta. Perwujudan dari pandangan hidup mereka ini, tercermin dalam bentuk-bentuk upacara tradisional.
Upacara pernikahan yang merupakan salah satu bentuk dari upacara tradisional merupakan upacara saat peralihan hidup dari masa remaja ke tahap hidup berumah tangga, merupakan saat-saat yang penting bagi kehidupan seseorang. Menurut orang Yogyakarta, peralihan hidup dari satu tingkat ke tingkat yang lain ini dianggap sebagai saat-saat yang gawat dan penuh bahaya. Ada sesuatu diluar kemampuan manusia yang dapat menyebabkan bencana pada saat peralihan itu. Untuk mencegah terjadinya bencana tersebut, maka perlu diadakan upacara tradisional, dimana upacara itu mengandung unsur-unsur yang bermaksud menolak bahaya gaib yang mengancam individu maupun lingkungannya.
Bagi masyarakat Yogyakarta, batik tradisional dianggap sebagai benda yang dapat mengungkapkan atau memberi pengetahuan atau pengertian tentang adanya daya-daya kekuatan yang menguasai alam semesta. Lebih daripada itu, apa yang tercermin baik pada motif, warna maupun nama-namanya nampak memberikan harapan-harapan ataupun jaminan bagi manusia berupa suatu kehidupan yang lebih baik selama di dunia. Oleh karena itu dalam rangka upacara pernikahan adat Yogyakarta, batik tradisional sebenarnya memiliki arti yang sangat penting. Hal ini karena batik-batik tersebut dianggap sebagai suatu perlengkapan khusus, yang dimaksudkan sebagai lambang yang dapat menghubungkan antara manusia dengan alam supranaturalnya, sehingga di saat upacara peralihan tersebut maupun pada hari-hari selanjutnya diharapkan dapat selamat terbebas dari kemalangan serta bahagia.
Namun demikian, arti dari pemakaian kain-kain batik tradisional sebagai alat perlengkapan upacara pernikahan adat Yogyakarta, bagaimanapun juga sangat tergantung dari persepsi masing-masing pemakainya mengenai pandangan mereka terhadap batik-batik itu sendiri.
Kenyataan bahwa berubahnya persepsi masyarakat Yogyakarta yang disebabkan oleh pola-pola berpikir yang lebih rasionil, di samping pembuatan batik secara besar-besaran dengan alat-alat teknologi modern, serta pengenaan atau penggunaan kain-kain batik yang bermotif tradisional tidak pada tempatnya, menyebabkan lunturnya makna magis yang terkandung di dalam batik-batik tradisional itu. Hal-hal demikian ini, ternyata sangat berpengaruh terhadap pemakaian batik tradisional dalam upacara pernikahan adat Yogyakarta, sehingga pelaksanaannya dewasa ini lebih merupakan tradisi yang hanya semata-mata untuk dilaksanakan, tanpa penghayatan batiniah dan tidak lagi memiliki arti yang bersifat sakral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar