Translate

Jumat, 30 September 2011

DONGENG PAGI PASKA JATUHNYA SUKARNO


Konon Bappenas (Badan Perancang Pembangunan Nasional) di tahun 1966, yakni saat rezim militer Orde Baru lahir, pernah mengadakan seminar tentang politik luar negeri kita, setelah Presiden Sukarno diturunkan. Pertanyaan penting yang mencuat saat itu, "Apakah akan meneruskan politik konfrontasi dengan Barat, atau mengambil jalan berdamai?"
"Kita harusnya bukan... hanya menyerukan 'Go to Hell with Your Aids!" ujar seorang sejarawan yang tak jelas siapa namanya, yang pasti bukan Anhar Gondrong, eh, Gonggong ding, "tetapi kita juga harus berperang secara militer dengan Amerika Serikat!"
"Lho! Alasannya?" bertanya seseorang yang juga tak jelas namanya.
"Sejarah telah membuktikan, Jerman dan Jepang yang kalah berperang habis-habisan dengan AS, akhirnya akan dibantu AS agar bangkit menjadi negara maju dan kaya. Jika kita perang lawan AS, dan kita kalah, kita dapat menjadi negara maju ketiga,..." demikian ujar sang sejarawan menguraikan alasan.
Usul pakar sejarah tersebut menjadi bahan perdebatan ramai. Teori sejarawan itu, bisa dimengerti, karena hingga kini negara-negara super-power selalu menerapkan teori itu. Misal AS atau Inggris dan Perancis di beberapa negara Timur Tengah. Jatuhkan dulu, baru dibantu (tepatnya, kuasai).
Tapi, Jenderal Soeharto dan kalangan militer, menolak keras usulan perang itu, sehingga ditempuhlah jalan berdamai dengan Barat.
"Bukan kami takut perang!" seorang jubir Mabes menjelaskan alasannya, "Dengan bambu runcing saja, kita telah mengusir penjajah. Bapak-bapak hanya berpikir dengan satu skenario kalau kita kalah. Padahal, kami yakin dapat mengalahkan Amerika!"
Bayangkan, kalau kita menang, pusing 'kan Indonesia harus ngebantu Amerika, apalagi ekonomi mereka kini juga menuju collaps?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar